Secangkir Kopi dan Puisi
Setiap pagi, selalu ingin kucipta puisi
Tentang reranting kering, gerimis, juga secangkir kopi
Kita berdebat tentang kabut
Mimpi-mimpi yang lenyap bersama kepul asap di tungku
Kurebus kenangan di dadamu
Matahari tak mampir di sini
Hanya menetap di keningmu
Lalu mati
Kita tenggelam dalam keremangan
“Kau lihat?”
Begitu senyap kita mengeja
Perbincangan kita takkan usai
Secangkir kopi di lidah pagi
Lebih manis dari puisi
Semarang, kampus sastra 28/10/08
Malam di Kaca Jendela
Pada malam yang merayap di kaca jendela
Telah lahir peri-peri bersayap daun
Menebar gaib serupa kabut
Mengail jejak di sisa rumput
Juga di atas jalan maut mematung
Menatap jisim-jisim bercinta di bangku kota
Daging mencium daging_tulang menggesek tulang
Lelah mengeja istirah
Di atas ranjang pandangan kita terlampau panjang
Malam berkabut di ujung kaca adalah maut yang lupa hendak menjelma apa;
Mencium siapa?
Semarang, 22/11/08
Mencari Sunyi
Aku tak hendak mencari sunyi di ruang ini
Ranjang tua, seprai bekas luka
Debu-debu, sisa keringat kita di situ
Bau dendam
Jejak cinta terakhir kutanam di sana
Lahirlah anak-anak angin kita
Menyapu wajahmu
Menyingkap kelahiranku
Pada waktu yang terlampau usang
Aku tak hendak mencari sunyi di ruang ini
Manekin-manekin usang tergantung sudut pintu
Terlalu bosan menghakimi tamu
Tak kunjung tiba
Semarang, 07/11/08
Ku Layarkan Puisi
Tak lelah ku layarkan puisi
Tentang kamboja yang ranggas,
Kemarau merah dendam,
Juga langit sunyi
Ngarai di dadaku sudah kucabuti
Putingmu purnama sidi telah kujajaki
Aku kau kembara serupa nabi
Tanganku memintal api
Dadamu rumah sepi
Aku kau tanggal serupa puisi
Jatuh bersama rintik yang enggan
Kita gamang ziarahi zaman
Semarang, 24/10/08
Gerimis di Malam Natal
Tangis siapakah yang turun dari langit?
yang riwis dan kosong
dan malam yang bohong
saat dentang lonceng yang merayap di pundi-pundi udara
seperti denting gelas kosong
yang hanya menyisakan kenangan
juga cinta
tak ada do’a
di beranda,
Sedang kami tengah mengenangkan kini
untuk sejarah
saat bah tengah menggenangkan keruh
dan sampah di atap rumah
mengapungkan panci-panci yang ramah
dan anak-anak yang basah
memainkan sajak-sajak tanah
seperti menyanyikan pujian :
“Hale loya, Hale loya, Tuhan memberkati kita”
hujan adalah do’a
Tangis siapakah yang turun dari langit?
saat malam natal
yang kudus
sedang kami seperti kardus
yang basah
terapung di ketiak musim yang gerah
musim-musim kubur melawat juga di bantaran kali
menebarkan bau-bau kutuk pada kampung
seperti bau comberan yang sepenuhnya menampung kotoran kami,
kesedihan kami
dan kini meluapkannya kembali
sebelum pagi
di kekudusan yang murni
-Di depan altar
tak ada pujian
hanya sakramen kematian-
di tengah gerimis yang riwis
yang hening dan bening
hujan adalah do’a
“Tangis siapa yang turun
di malam natal
di tengah kekudusan
dan kami kebasahan”
Tangis siapa yang turun lebih dulu?
Solo, Desember 2007
Perayaan
Orang-orang bercerita tentang perayaan di alun-alun kota
Estafet karnaval, orang-orang berseragam di atas caravan
Lampu-lampu di tepi jalan mematung di kabar subuh
Angin yang lesap dari muara kota adalah dendam yang lindap di sorak luka
Orang-orang berseragam cahaya
Menggenggam obor-obor dosa
Kering wajahnya
Di atasnya, langit merah saga
Purnama perak tembaga
Tuhan di arak di alun-alun kota
Langit di atasnya riwis
Bulan menguap di lidah bara
Semarang, 22/11/08
1 komentar:
JIKA ANDA BUTUH ANGKA RITUAL 2D 3D 4D DI JAMIN 100% JEBOL 7X PUTARAN BARTURUT TURUT JEBOL BILAH BERMINAT HUB KI KI JAYA DI NMR (_085-342-064-735) JIKA INGIN MENGUBAH NASIB THA,SK ROO,MX SOBAT
Posting Komentar