Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

25 Oktober 2011

di antara bangku kereta dan pancaroba

di bangku kereta, aku mengukur jarak pada kota yang tumbuh di kolong ranjangmu. seperti detik yang tirakat, akupun berangkat. kau masih menyusun duka paling nisbi. entah dendam, entah rindu tapi aku sepenuhnya demam sejak mengenalmu. maka aku pergi, tanpa peta atau jarum kompas. tersesat di stasiun yang entah ke berapa. dan tak pernah sampai pada jantung kota di jantungmu.

tetaplah dinda, kau serupa itu. kita tak perlu bersepakat. sejak bilangan-bilangan pergi dari halaman buku. kita hanya menyusun kecemasan di balik pintu. kau bisu, aku bisu. di telinga, lonceng kereta bertalu-lalu.


adalah doa sepeninggal kita. malam-malam tua. bangku-bangku dan lengking kereta. kau berbiak dari musim yang purna.
aku sembunyi,
terus terlipat di bilangan nisbi
terus kau ingat,
semacam riwayat yang putus dan cacat

di luar, angin meruncing dan bersiap
menikam dadamu
di bangku kereta, aku mengukur jarak langit
dengan matamu

"musim apa ini, sebenarnya?" tanyaku

"ini pancaroba". jawabmu
"hujan bisa datang kapan saja dan selalu tiba-tiba"

Semarang-Bekasi, 7-8 Oktober 2011
setelah menaiki gerbong bisnis senja utama


11 Oktober 2011

yang sempat terselip di halaman kata (Suara Merdeka 11 September 2011)

Pulang

tuhan, luka dalam sajakku bertubi-tubi menujumu
lantas, malam yang entah kelak
gelas-gelas kosong tanpa arak atau sajak, kutenggak

di rumahmu, aku pulang tanpa wajah
di ranjangmu, kulucuti satu persatu tubuhku

aku demam bergetar-getar
seperti sejak mula kelahiran sampai ajal
dadaku ini zikir detak
menghentak-hentak
tanpa hitungan,
tanpa bilangan

Semarang, 03 Juli 2011


Setelah Berlayar

pencarianku terus saja meredup

aku kembali, tanpa sekalipun menemuimu
dan jika mereka bertanya, kuberi mereka peta
yang sama sekali tak pernah kulalui

"kau minta kaleidoskop?"
takkan ada apapun yang kau teropong sebenarnya
selain hanya wajahmu sendiri

baiklah, kapal ini kukaramkan
dan tak ada pilihan lain bagi kita
selain berenang
atau terus terapung-apung di laut kegamangan

"pilihan lain katamu?"

bagaimana jika tenggelam?

semarang, 15 Mei 2011


Ranjang dan jendela yang retak

tuhan,
biarkan sajak,
biarkan bulan di sudut kaca jendela itu meretak,
berkaca-kaca
di mataku
yang serpihannya kelak
di pakainya bercermin
sekalipun tak utuh
sekalipun tak penuh
tapi cukup
untuk
menemukan bayangnya sendiri
saat sepi adalah alamat terakhir
yang tertulis di ranjang ini

Semarang, 30 Desember 2010


di antara lorong kota dan percakapan kita

kota ini telah mendaur ulang kesenyapan
menjadi berjuta-juta tubuh kita
menjadi semacam kau
atau aku
yang terus menerus luput
mengeja doa
lalu dari percakapan ini
tak ada yang tersisa
selain jejak yang tercecer
dari rindu kita yang nisbi
dan lorong ini,
semakin panjang
semakin jauh menuju
langit angkuh
sepi

kota ini tak lelah-lelah mendulang air mata
atau tawa
lalu kita, terus-menerus kehilangan
entah atas apa

Bekasi, 18 Januari 2011


Sabda Amba

bisma, lihatlah aku yang terlahir sebagai mata panah takdirmu. saat kau disumpahi kutuk, akulah amba yang tiap malam kekal dalam remuk reruntuk. rindu paling nisbi telah menikam kita, sayang. maka kujemput ajalku lewat runcing mata panahmu yang bermuara di jantungku.
bisma, menangislah sejadi-jadinya. akulah kelak mata panah yang menyusun ranjangmu. saat purna kutuk dan usia. ku kecup jantungmu. ku kecup lembut, dewabrata.

Semarang, 2 Juni 2011

sajak-sajak soliloqui

Soliloqui I

aku ingin pulang,
kembali merapat di antara lipatan musim
di lipatan tubuhmu

aku ingin tak kembali,
menekuri ranjang ini
tanpa kau,
tanpa sepi yang memaksa kita untuk telanjang
dan sabit yang tergantung di langit jauh itu
lesap
menetak kau aku
dan berpuing-puing tubuh kita meruntuh
sampai yang terkucur dari nganga itu
tak tuntas menderas
sebagian menjadi peta sungai yang beranak pinak
dan tak bermuara
sebagian menjelma hujan yang tak putus-putus
berjatuhan

Semarang, 06 Januari 2011


Soliloqui II

setelah ini, biarlah tik-tak jarum jam itu
turut memutar tubuh kita
pada lengang cuaca
juga sepi yang mengail percakapan-percakapan di beranda
dan aku-kau berlesatan dalam hujan
dalam runcing logam yang menawarkan gigil
atau kenangan

setelah ini, kita tak akan sepenuhnya mengerti
apa benar ada jalan kembali
jika kompas yang patah jarumnya
tak lagi menunjuk apa-apa dari peta
selain kursi meja berdebu
dan ranjang kita yang membatu

setelah ini, tak usah kembali
dan kau tak perlu menangis lagi

Semarang, 10 Januari 2011


Soliloqui III

ada yang mengaduh dari lengkung bibir matamu
lalu hujan menetes di kening subuh
menggambar lajur peta sungai
berkelok dan menghujam sampai
muara terjauh
lubang tak berdasar
di pulung hatiku
ada yang nyilu
saat kepak subuh melipat tubuhmu
lalu bau hujan
menjadi terlampau asing
dan di luaran, kita dengar kertap angin berpusing
ada yang diterbangkan
dari serpihan tubuhku
yang tak pernah sampai
dan menemu
kau

Semarang, 11 Januari 2011


Soliloqui IV

aku sadar, kita telah jauh tersesat dari labirin malam yang kosong, yang merujuk kita untuk terus menerus berbohong. dari runcing jarum jam dinding, harapan semacam apa lagi terus berkelebat?

derit ranjang, yah barangkali hanya itulah satu kesempatan untuk kita bersepakat. selebihnya, kubiarkan kau menjelma bebayang. aku mengeras, lantas melumer dengan kepala terbakar serupa lilin di atas altar. berpendaran, dan terus menjelmakanmu serupa malam. serupa kenangan yang kosong.

semarang, 12 Juni 2011


Soliloqui V

lalu, saat kau kembali mereka-reka
siapa kau dulu
sebelum tanggal tubuh-tubuhmu
sebelum rahim menampung
dan mengenalkanmu bau amis
mungkin kau batu
atau sepi yang menggantung di langit itu
tempias di atap-atap
sebagai gerimis

Semarang, 01 September 2011


soliloqui VI

botol-botol jackdaniel...
lagunya ipang...
malam yang pecah...
sajak-sajak kehilangan...
sajak-sajak pertemuan tak terbilang...
kau, yang menenun ingatan...
langit retak...
bulan kesumba...
purnama di dadamu...
keranda di kamarku...


*ilustrasi Anton Semenov, hasil nyuri di albumnya kang @day milovich.
biar kyknya gak pas gak papa. tp suka. hahaha...