tuhan
yang manakah, Nun?
sedang
mezbah itu sepi belaka
dan
kelembak juga asap-asap dupa,
cuma
merayapi sungai-sungai susu, batang ranting pohonan,
dan
belukar-belukar yang sulur-sulurnya menggait leher-leher
malaikat
tanpa sayap dan iblis
tanpa
mata juga kita
yang
telanjang
tanpa
rahasia
Musa
memukul-mukulkan tongkatnya ke batu karang
lalu,
laut pecah, dan ikan-ikan
terbanting
ke tanah
"dari biji-biji pasir, kau lihatkah,
bagaimana sapi berkulit emas itu lahir?
dan kita,
menungganginya dengan begitu bahagia?"
selepas
menetak kepala berhala,
orang-orang
berlarian ke seberang sana,
di
tepian itu, Nun; tanah dan dermaga-dermaga terbakar
di
langitpun, tak ada yang berlayar
cuma
cahaya
cuma
cahaya
"kau lihatkah,
bagaimana Ibrahim mengejar orang-orang itu lantas mengalungkan sebilah kapak ke
leher mereka?"
Parasurama,
di sebuah kota tanpa sentana
menghantam-hantamkan
kapak ke dadanya sendiri
dan
Durga, mengibas-ngibaskan loncengnya
ke
dada kita
dingin
macam apakah ini, Nun?
yang
merayap di telapak kaki
sedang,
telah kita nyalakan belencong dan tiang-tiang lampu di ujung jemari
di bukit Sinai,
mereka-mereka yang telah pergi
akan lahir kembali
sebagai biji-biji gandum
dan
di sini, akankah kita potong roti ini
dan
kita mulai perjamuan
bersama
kawanan burung-burung nazar
yang
lapar?
Semarang, Agustus 2014
*ilustrasi lukisan karya Koeboe Sarawan