Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

26 Maret 2012

di sebuah gang kecil di suatu pagi yang tak cerah

mata malam yang lamur takkan sempat melihat kita yang terlambat memintal detak, menyusun jarak dan menautkan kesunyian mata di antara ruas-ruas jalan dan jendela. seperti saat kau menemukanku di bagian ganjil sebuah halaman kata, di suatu pagi yang tak cerah, saat kita terlempar jauh dari wajah kota. sebuah gang kecil berbau kencing anjing bercampur kencing pemabuk gila setelah berbotol-botol arak murahan menghabisinya, setelah berbotol-botol ingatan menelanjangi kita.

ini pertama kali kita bertemu, bukan?
lantas ini kenangan macam apa??
anjing...!!

bagaimana mestinya kita menghabisi cerita? bisikmu sembari menyelipkan sebotol arak di saku celanaku

pada suatu malam yang terbakar, dan hari-hari setelahnya kitapun terus terbakar. aku ingin menawar hening, seperti saat kau menjelma angin yang bersarang di dadaku. tapi aku tahu, di antara kita memang tak pernah ada yang sekalipun rela kehabisan cerita. maka kita memang tak perlu memulai ataupun mengakhirinya.
sebuah nasib yang ganjil,
sebuah dukha yang hening,
dan kelak di suatu pagi yang tak cerah, barangkali kita akan kembali,
menjadi pencuri-pencuri kecil yang rela tercuri.

Rumah Labirin, 25/03/2012



18 Maret 2012

sebuah catatan kecil di sisi jendela



seperti waktu yang menawarkan tiada. kita kekal melarungkan risalah ke muara aksara. dan lampu-lampu kota muram di telapak tanganmu. memanjangkan bayangmu pada ruas-ruas jalan di garis keningku. kau terduduk di atas bangku dari punggungku. ini mungkin catatan kecil tentang bagaimana mestinya aku mencintaimu.

di jendela, suara kereta bergegas tiada. tanpa lonceng, tanpa angin ataupun penanda. tapi langit sebegitu jauh dengan peron sepi dan gerbong-gerbong yang menanti. kau berkemas tapi tak pergi. hanya berdoa di tepi untuk sebuah kepulangan.

"kenangan hanyalah cara bunuh diri paling keji" bisikmu

tapi aku takkan pernah mati bagimu. saat anak-anak mesti bergegas pergi. perjalanan kita hanya menunjuk kembali ke ranjang ini. darah dan belati. perihal siapa yang bergetaran atau tertikam lebih dulu. lantas malam usai di dadamu. adalah sajak terpanjang yang takkan sanggup kuselesaikan, sayang.

semarang, 15 Maret 2012

6 Maret 2012

bulan di beranda



di beranda,
saat angin mengetuk jendela, dadamu
bangku-bangku kekal menulis sepi
serupa kecupmu yang jauh melarikanku pada telaga bernama
purnama,

di beranda saat purnama
harmonika berbau minor menghisap kita
seperti saat kuhisap habis dadamu
anak-anak ikan berloncatan dari matamu ke mataku

rumah labirin, 5/03/2012

5 Maret 2012

sebuah ode di ruang tamu kepada tamu

sebagai pintu kawanku,
bacalah nama-nama yang mengetuk tubuhku
saat angin menulis cuaca
ruas-ruas jalan adalah tubuh lelaki memar
dan aku tahu, kita cuma takut kesepian bukan?

sejak mula bilangan menancap di telapak kaki
atas ziarah di tubuh kita sendiri,
kita telah sama meramal
bahwa pada akhirnya kita akan saling membenci
benci pada sepi
atau sepi yang membenci
dan kita pintar merawatnya
sepintar kita melahirkannya di gelas-gelas kopi

tertawalah di sini,
tertawalah di sini,
di luar kau tak butuh botol lagi
karena kenyataan lebih memabukkan ketimbang api
terbakarlah di sini,
pecahlah di sini,

kepada rumah yang menyimpan jalanan tak berujung,
siapapun yang bertandang adalah ia yang pejalan
tak ada yang lebih tinggi atas apapun
selain kenisbian,
dan sejak mula
tembok-tembok aksara mencatat
bahwa muasal kita hanyalah berpura-pura waspada,
berpura-pura perihal siapa yang menjadi tuan rumah
siapa yang menjadi tamu
dan siapa yang menjadi bangku

Rumah Labirin, 4 Maret 2012