Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

28 April 2011

Dua sajak dalam antologi "Kitab Puisi; Melawan Lupa" (antologi puisi religius mahasiswa se-Indonesia, oleh STAIN Purwokerto)

Hikayat Jejak Batu

1
Sejak mula kitalah yang dalam diam menerima segala rindu
sampai denyut waktu melumat kita serupa debu
dalam kikis aku menepis
tak ada kemalangan selain mengabu

2
Maka kita terima saja
bahwa takdir kita hanya menjadi bagian dari rumah
sebagai dinding penahan tangis
juga dari musim yang tak ramah
sampai akhir usia waktu
kita istirah di kubur batu

3
Tertulis di tubuh
huruf-huruf samar dan rapuh,
orang-orang berdada api
melempar kita
di ujung sepi
menerima detak sekarat
sebagai pendosa berwajah darah
jejak-jejak karena kesumat
saat aku, kau kapak
tunai menetak

4
Lewat sujud yang diam
percakapan telah sampai di ujung kalam
doa-doa kita tanam
di jantung waktu sekeras logam
menenun sajak sunyi di sudut
dan tak lelah menyebut
biar pecah kita
di runcing hujan

Semarang, 15/11/2009




Hikayat Kitab Air Mata

1
Dari kalimat yang tak mampu kita tepis
inilah mula segala jejak
sejak kisah-kisah tak habis kau baca
sejarah atas namamu tertulis juga
dan sunyi yang merayap di dada
bergetar dan patah di halaman pertama

“Entah sampai bilangan keberapa kita sama-sama tanggal?”
sedang kalimat ganjil itu
telah mengubah kita menjadi huruf yang janggal

2
Di lembar berikutnya hanya ada duka
mengental di sudut waktu
juga di kerut-kerut wajahmu
betapa dunia terlampau tamak
melempar kita pada ranah tandus tanpa hujan
kecuali riwis air mata orang-orang kehilangan
di kota penuh kutuk dengan langit merah
sewarna darah
orang-orang di bawah selalu memintal gelisah
tentang leher siapa lagi yang harus merapat di mata pedang
demi sepotong roti yang bisa dimakan,
angin-angin padang
mengeringkan tubuh orang-orang gagal,

kitalah yang sama-sama gagal
menyusun hidup
di runcing logam

di batas kota itu
tulang belulang kita
tak sempat ditanam

3
Lembar ini hanya ada kosong
entah kenapa tak ada apa-apa
selain sebidang air mata
dan lewat tubuhku yang pena
kau lukis sketsa bulan perak pasi
rumah kita dulu
menggenapi rindu dan sunyi
lalu kau memilih tenggelam
menjadi ikan
tak lelah menatap pendar cahaya
dan air matamu kembali
memenuhi halaman ini

4
Huruf-huruf pulang dari kembara
tapi tembang-tembangnya
tak putus-putus bermuara di dada

5
Pada akhirnya sepi juga yang berkuasa
ayat-ayat tak tuntas kubaca
hanya namamu yang bergetar
dan almanak-almanak kembali tanggal
sebelum menutup kitab itu
bilangan-bilangan ganjil ini
hanya Kau yang menggenapinya

Semarang, 14/12/2009

Tidak ada komentar: