Sebelum ku kabarkan lelayu di rumahmu
Kita telah benar-benar meragu
Orang-orang bermata sayu
Tak tahu siapa yang harus dirindu
Siapa yang menyerahkan kita pada ajal yang tabu
Begitu angin luput,
Kita bersidekap menuju maut
Dan aku takkan mampu mengabarkan batu di atas rumahmu
Serupa melafadzkan doa
Kepada langit yang kau eja
Sebab telah cukup kau telan batu
Sebab kau kunci doa di sebalik lidahmu
Dan luka-luka di balik bayang
Seperti gerimis sebelum petang
Seperti kita yang menangis dalam gamang
Semarang, 30/01/09
*Puisi ini lahir dari percakapan saya dengan el beberapa tahun lalu. puisi telah menjadi sebuah jalan untuk bertemu, memenggal tubuh, dan membiarkan kata-kata terkucur semaunya. dan tak sengaja pertemuan beberapa dgn teman dan perbincangan dalam puisi membuat kami begitu dekat atau bahkan jauh dengan puisi. sebagian ada yg telah tersimpan rapi, sebagian tercecer dan memilih kediamannya sendiri. dan secara tak sengaja puisi ini, yg tercipta atas perbincangan dengan el telah tersimpan rapi namun tercecer dan saya menemukannya kembali secara tak sengaja. mungkin ini waktunya puisi ini kembali, mencari tuannya, menjadi penghuni, dan mencari rumah-rumah yg tepat di dada pembacanya.
Kalimat dengan garis miring adalah jawaban dari dia. Eh ternyata banyak jalan menuju puisi. Thanks buat el. Untuk yang pengen kenal dengan el silahkan kunjungi http://dangauilalang.blogspot.com/
*gambar di ambil pada album photo facebook milik d.m.l.v.
http://www.facebook.com/sqlcode#!/album.php?aid=5749&id=100001441290185
Tidak ada komentar:
Posting Komentar