pagi yang lahir dari lengking terompet, balon-balon sabun dan kecemasan yang membusuk
setelah separuh malam menggenang di dadamu
aku jadi serupa bocah kecil yang meraupi udara
mengucap basmalah dengan tergesa
lalu mencuri balon-balon sabun dari mulutmu yang setia
kau hampir serupa ibu,
di matamu aku menyusu
di seberang jalan, ada rel kereta yang memanjang
tanpa kereta
hanya tubuhmu yang bergegas dengan asap di kepala
menjemput nasib
serupa gelas-gelas teh hangat yang kita hirup di warung kecil bernama sunyi
serupa balon-balon sabun yang pecah di tanganku setiap pagi
kau berkata “tiba-tiba aku rindu rumah”
tiba-tiba, aku tergesa untuk tiada
saat pagi masih menyisakan detak jantungnya yang berdebar cemas
kita menyusun jarak yang tak terukur dari malam yang usai,
bagaimana bisa jalanan berasap ini kita tempuh dengan tawa yang rinai?
“kita mesti rebah” katamu
aku mencuri kolong
kau mendaki ranjang
sebelum rel-rel kereta di depan terus memanjang
menembus dadaku,
menyusuri jalur kereta di matamu
Lamongan, Januari 2012
4 komentar:
Numpang baca sambil belajar menulis puisi. Salam..
thanks mas hening bayu semesta..
smoga betah di sini dan sering2 mampir... :)
hai penyair,
begitu ya kabarmu? (lho)
aku suka tulisanmu yg ini
salim.. :)
eL.
eellll.... :D
wa'alaikum saliimmm... hahaha...
kabar tubuhku masih tetap baik. ente gmn?
Posting Komentar