semacam inilah nasib mengekalkan kita pada kelembak kamboja dan doa-doa yang bertebaran dari lubang-lubang di kepala dan dadaku.
kau mencium ajal,
aku mengeja asing yang menghampar-hampar
lalu, malam-malam yang entah ke berapa dulu, kita bertirakat. melipat musim dingin yang sekarat.
langit di atas kepala kita betapa kosong,
kita bertanya; "siapa yang mesti berbohong?"
aku menjelma arwah sakit yang berjatuhan serupa logam dari langit.
di bawah,
kau tengadah; "tuhan ke mana?"
sekarang, aku yang mesti melubangi kepala dan dadamu itu
lalu bau ajal,
kelembak dari doa-doa yang gagal
dan aku gaib bergentayangan
entah ke mana arah
tuhan ke mana?
Semarang, 24 November 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar