demi sajak, tuhanpun mengatupkan bibirnya untuk penyair
dan kita bersorak, entah atas apa
sedang rasa sakit yg kau peringatkan tak pernah menemu hilir
dan kita berlayar, melewati peta-peta kapal yg terus memutar
nahkoda itu, memilih tenggelam
memilih berlayar pada kedalaman laut
mengukur jarak di rahimnya yg paling purba
lantas kita?
menangispun entah karena apa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar