Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

2 Oktober 2009

Sketsa Belati Patah

Kau kembali. Ku kira kau akan datang dengan menerima segala kekalahan. Bahwa kita memang bukan siapa-siapa. Tapi kau datang lagi dengan kisah-kisah yang telah lama ku ratapi. Melihatmu riang dengan segala peperangan. Duh, sungguh aku telah membuka tabirmu lama sekali dan selalu saja aku melihatmu membawa sebilah belati. Kau putar-putar dan kau lesapkan. Sedang kau belum pernah mengenal tajam sunyi di matanya yang patah saat mengeja nama kita. Sisa-sisa perjalanan kau hanya membawa ketamakan. Aku jadi ingin menangisimu sekali lagi.

Biarlah sajalah, dadamu kau busungkan, sedang doa yang ku kirim demi mengisi kedukaan hanya mengalir dan jatuh di alas kakimu. Tapi ku kira kita memang hanya perlu bersapa, tanpa perlu banyak mereka-reka, karena aku akan lebih merasa kecewa. Pengharapan kadang membuat kita berlebihan. Saat kau kirim sajak-sajak bising, ingin sekali ku tebas lehernya dan tak kan ada darah yang mengalir. Karena hanya kosong dan kau tak pernah belajar mengosongkan. Selain mengisi dan selalu kutukan sebagai isyarat, kau belum pernah ke mana-mana selain dendam yang purba.

Kini biarlah aku berpaling dari rindu yang kau tawarkan. Sungguh aku takut membencimu atas nama belati yang selalu kau kirim setiap pagi. Karena kelak ia pasti tertancap dan patah di dadamu sendiri. Dan itu sakit sekali. "Kau masih takut bukan?"

Saat itu kau akan tahu betapa bebal sejenak perjalanan. Dan kita bukan apa-apa di setapak jalan.

Semarang, 02/10/09

Tidak ada komentar: