di atas sajadah batu
kita tak henti melenakan rindu
betapa keras kepala beradu
dan tanah betapa rela menerima darah
seperti sungai mengendapkan prahu
mengalirkan bunga-bunga salju
juga sayap-sayap ibu
ke muara itu
angkuh
dan biru
di atas sajadah batu
kita terus mentasbihkan bisu
yang kekal merayap di daun
di lembayung kering
juga telinga kita enggan menerima bising
Kau menantiku dalam wening
aku mentahlilkan nama abu-abu
kita tak henti melenakan rindu
betapa keras kepala beradu
dan tanah betapa rela menerima darah
seperti sungai mengendapkan prahu
mengalirkan bunga-bunga salju
juga sayap-sayap ibu
ke muara itu
angkuh
dan biru
di atas sajadah batu
kita terus mentasbihkan bisu
yang kekal merayap di daun
di lembayung kering
juga telinga kita enggan menerima bising
Kau menantiku dalam wening
aku mentahlilkan nama abu-abu
Semarang, Maret 2008
puisi ini masuk dalam antologi bersama "Aku Ingin Mengirim Hujan"
6 komentar:
....di atas sajadah batu
kita terus mentasbihkan bisu....
ah, sebuah narasi yang bikin aku cemburu. hehehe selamat berkarya. selalu!
boleh kug mas, nyante ajj. .
betewe sori Lama repp,,
baru semped oL soaLna,,
biz uas,, hhehe. .
nanoq de; makasih bli. tapi aku juga cemburu dengan tulisan-tulisannya bli. bener bli.
atika; makasih dik,..
KOWE KI NGOPO TOH,NDU???
di atas sajadah yo sholat. hati2 pas sujudnya ntar kena batu
mantra rindu; wah kena batu lah batukku dadi cepet ireng cak?
Posting Komentar